Skip to main content

5 Jalur Islam Tersebar di Indonesia Salah Satunya Adalah Pendidikan


Ada beberapa saluran proses Islamisasi di Indonesia, yaitu perdagangan, perkawinan, kesenian dan pendidikan,[1] namun pembahasan dalam makalah ini akan dititik beratkan pada peranan pendidikan dalam proses Islamisasi di Indonesia, dibawah ini akan diuraikan secara singkat saluran proses Islamisasi di Indonesia.

a.      Jalur/Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka  Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah[2] dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.[3]
b.     Jalur/Saluran Perkawinan.
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.[4]
c.       Jalur/Saluran Kesenian dan Budaya.
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat[5], babad[6] dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.[7]  Penyebaran islam di Indonesia juga melibatkan seni budaya yang lain, misalnya seni bangunan pada mesjid, seni pahat, seni musik, tari dan seni sastra. Dalam seni bangunan masjid, banyak ukir-ukiran masih menunjukkan motif budaya Hindu Budha. Kita bisa menyaksikan di Mesjid Agung Kesepuhan Cirebon[8], Mesjid Demak, Mesjid Menara Kudus. Dalam seni budaya kita bisa lihat atau jumpai dalam perayaan Grebek agung di keraton Surakarta serta Jogjakarta dan cirebon.[9]
d.     Jalur/Saluran Tasawuf.
Para sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan gaya hidup yang penuh kesederhanaan. Seorang sufi biasa menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat. Para sufi terbiasa membantu masyarakat, diantara mereka ada yang ahli dalam menyembuhkan penyakit. Selain itu juga aktif menyiarkan dan mengajarkan ajaran Islam. Diantara para sufi itu yang melakukan islamisasi dengan pendekatan tasawuf adalah Hamzah Fansuri[10] dari Aceh dan Ki Ageng Pengging[11] di Jawa.
e.      Jalur/Saluran Pendidikan.
Jalur pendidikan merupakan media yang efektif dalam proses Islamisasi di Indonesia. Islamisasi bentuk ini dilakukan melalui pendidikan pesantren oleh para guru agama, kiyai dan ulama. Setelah santri selesai belajar, mereka kembali ke masyarakat untuk ikut membantu menyebarkan Islam, bahkan banyak diantara para santri itu kemudian mendirikan dan memiliki pondok pesantren sendiri. Tujuan pendidikan di pondok pesantren adalah untuk mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Beberapa contoh pesantren perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang didirikan oleh Raden Rakhmat di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giri di Giri. Santri yang belajar di pesantren tersebut bukan hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan tetapi banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar pulau jawa semisal Kalimantan, Maluku, Makasar dan Sumatera.[12]


[1].Daulay, Sejarah, h. 14
[2].Mullah (Bahasa Persiaملا ) adalah salah suatu gelar yang biasa diberikan kepada seorang ulama agama Islam.Gelar ini berasal dari kata bahasa Arab mawla atau maula, yang dapat berarti 'pemimpin' maupun 'pelindung'. Di sebagian besar wilayah di IranTurkiAsia Tengah dan anak benua India, adalah hal yang umum untuk memberikan gelar Mullah kepada pemuka agama atau pengurus mesjid setempat. Dalam pemakaiannya di media massa, penyebutan gelar ini dapat mencerminkan penghormatan atas seorang yang terpelajar di bidang agama (pemakaian dalam dunia Islam); atau cenderung mengesankan sebagai seorang yang fanatik (pemakaian dalam sebagian media massa Barat). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Mullah, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.15 Wib.

[3].Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Gravindo Persada, 2000). h. 201.
[4].http://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/islamisasi-dan-pertumbuhan pendidikan-agama-islam-di-masa-awal-oleh-abdul-karim/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 14.00 Wib.
[5].Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Hikayat, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 15.50 Wib.
[6].Babad adalah sejenis teks dari Jawa dan Bali yang berhubungan dengan sejarah. Menurut sejarahwan M. C. Ricklefs, babad Jawa beragam dari segi ketepatan, namun sejumlah di antaranya dapat dianggap agak tepat dan sumber sejarah yang berarti. Secara Etimologi Kata babad berasal dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa kata ini artinya ialah "membuka lahan baru" atau "memotong pohon/hutan". Hubungannya dengan sejarah ialah bahwa sejarah suatu wilayah biasanya dimulai dengan pembukaan daerah tersebut. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Babad, diakses tanggal 15 September 2013, pukul  16.10 Wib.
[7].Yatim, Sejarah, h. 203.
[8].Masjid Agung Sang Cipta Rasa (dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon) adalah sebuah masjid yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Konon, masjid ini adalah masjid tertua di Cirebon, yaitu dibangun sekitar tahun 1480 M atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid ini diambil dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan. Menurut tradisi, pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, danCirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. Konon, dahulunya masjid ini memiliki memolo atau kemuncak atap. Namun, saat azan pitu (tujuh) salat Subuh digelar untuk mengusir Aji Menjangan Wulung, kubah tersebut pindah ke Masjid Agung Banten yang sampai sekarang masih memiliki dua kubah. Karena cerita tersebut, sampai sekarang setiap salat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa digelar Azan Pitu. Yakni, azan yang dilakukan secara bersamaan oleh tujuh orang muazin berseragam serba putih. Kekhasan masjid ini antara lain terletak pada atapnya yang tidak memiliki kemuncakk atap sebagaimana yang lazim ditemui pada atap masjid-masjid di Pulau Jawa. Masjid ini terdiri dari dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Untuk menuju ruangan utama terdapat sembilan pintu. Jumlah ini melambangkan Wali Songo. Masyarakat Cirebon tempo dulu terdiri dari berbagai etnik. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang memadukan gaya Demak, Majapahit, dan  Cirebon. Pada bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Selain itu, di bagian mihrab juga terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Konon, ubin tersebut dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga pada awal berdirinya masjid. Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Sang_Cipta_Rasa, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 16.45 Wib.
[9].http://id.shvoong.com/exact-sciences/2146216-cara-cara-penyebaran-islam/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 17.00 Wib.
[10].Hamzah Fansuri Dalam Ensiklopedi umum (1973), disebutkan adalah seorang penyair dan ahli tasawuf yang berasal dari Barus, Sumatera. Aliran Hamzah Fansuri dalam ilmu tasawuf sangat terpengaruh hingga ke Tanah Jawa. Hamzah Fansuri banyak terkesan dengan karya-karya serta ketokohan Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Al-Djunaid dan Jajaludin Ar-Rumi karena nama-nama ini sering disebut dalam kebanyakkan karya Tasawwufnya. Aliran Hamzah Fansuri terkenal dengan teori Wahdatul Wujud.. Karangannya yang sangat terkenal adalah Syair Perahu, Syair Burung Pungai, Syair Dagang dan lain-lain. Lihat http://atjehlink.com/biografi-hamzah-fansuri-berdasarkan-manuskrip-melayu-lama/, diakses tanggal 15 September 2013, pukul 17.15 Wib.
[11].Ki Ageng Pengging Sepuh adalah ayah dari Ki Kebo Kanigara dan Ki Ageng Pengging alias Kebo Kenanga dan Nyai Ageng Tingkir, atau dengan kata lain ia adalah kakek dari Mas Karebet yang berjulukan Jaka Tingkir, yang kemudian menjadi raja Sultan HadiwijayaPajang Nama sebenarnya Ki Ageng Pengging Sepuh ialah Sharif Muhammad Kebungsuan atau Sayyid Muhammad Kebungsuan putra bungsu Sayyid Husein Jumadil Kubro hasil perkawinan beliau dengan Putri Jauhar dari Kerajaan Muar Lama, Malaysia. Sayyid Muhammad Kebungsuan juga merupakan pendiri Kerajaan Maguindanao di Philippines. Sebelum membuka dan mendirikan tanah perdikan Pengging, Ki Ageng Pengging Sepuh bernama Pangeran Handayaningrat. Ia merupakan salah satu putera menantu Brawijaya V (Brawijaya terakhir), yaitu suami dari Ratu Pembayun anak sulung Prabu Brawijaya V, yang setelah Majapahit runtuh pergi menyepi ke  Gunung Kidul.
Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Pengging_Sepuh, diakses tanggal 16 September 2013, pukul 16.20 Wib.


PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus
Close Translate