Kontribusi dan Signifikasi Nashih Ulwan dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam
Dr. Abdullah Nashih Ulwan selalu merujuk pada
Al-Qur’an dan Hadits dalam menguraikan metode pendidikan. Begitu juga dalam hal
pendidikan akhlak. Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Islam sangat
memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek akhlak dan memberikan petunjuk
yang sangat berharga dalam membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang
tinggi.
Berdasarkan analisa atas beberapa hadits
tentang pendidikan akhlak, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyimpulkan bahwa yang
paling bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak anak-anak adalah orang tua.
“Para pendidik, terutama ayah dan ibu mempunyai
tanggung jawab sangat besar dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan
dasar-dasar moral (akhlak).”
Pemikiran Dr. Abdullah nashih Ulwan ini sejalan
dengan Jamaal Abdur Rahman. Menurut Beliau, para ulama’ mengatakan bahwa
seorang anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. Berdasarkan Al-qur’an dan Hadits, Jamaal Abdur Rahman menyimpulkan bahwa
mendidik dan mengajar anak merupakan tugas yang harus dilakukan oleh setiap
orang tua.
DR. Abdullah Nashih Ulwan mendefinisikan
tentang pengembangan kepribadian anak yaitu bahwa beliau menjelaskan berbagai
tanggung jawab yang dipikulkan Islam di atas pundak para pendidik termasuk
ayah, ibu, para pengajar atau guru dan masyarakat adalah pendidikan fisik atau
jasmani, hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik
yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat. Tanggung jawab pendidikan rasio
atau akal yaitu membentuk (pola) pikir anak dengan segala sesuatu yang
bermanfaat, seperti ilmu-ilmu agama, berkebudayaan dan peradaban. Tanggung
jawab pendidikan kejiwaan atau rohani bagi anak dimaksudkan untuk mendidik anak
semenjak mulai mengerti supaya bersikap berani terbuka, mandiri suka menolong,
bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan
moral secara mutlak. Ketiga tanggung jawab ini saling berkaitan erat dalam
proses pembentukan dan pengembangan kepribadian anak secara integral dan
sempurna, agar menjadi manusia yang konsisten dan melaksanakan kewajiban,
risalah dan tanggung jawab.
Dr.
Abdullah Nashih Ulwan menganjurkan para pendidik dan orang tua memusatkan
perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya
sejak ia mulai memahami realita kehidupan.
Ada beberapa hal penting yang harus diketahui
oleh para pendidik dalam hal mengajarkan kebaikan kepada anak-anak dan
membiasakan mereka berbudi luhur. Hal-hal penting tersebut adalah:
a.
Mengikuti
metode pemberian dorongan dengan kata-kata yang baik, memberi hadiah.
b.
Memakai metode
pengenalan untuk disenangi (targhib) dan pengenalan untuk dibenci (tarhib).
c.
Jika dipandang membawa maslahat, dapat
memberikan hukuman untuk meluruskan anak.
Metode pendidikan dengan nasihat merupakan
metode yang penting sebab nasihat dapat membukakan mata anak-anak pada hakekat
sesuatu. Nasihat juga dapat mendorong anak untuk berakhlak mulia. Nasihat juga
dapat digunakan untuk membekali anak dengan prinsip-prinsip Islam. Nasihat yang
tulus, jika memasuki jiwa yang bening, hati yang terbuka, akal yang bijak dan
berpikir, maka nasihat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan
meningkatkan bekas yang dalam.
Adapun metode penyampaian nasihat dapat kita
pelajari dalam Al-Quran dan sunnah Nabi. Metode Al-Quran dan Rasulullah dalam
memberikan nasihat dan pendidikan mempunyai ciri tersendiri. Di antara
ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan
seruan untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan.
b. Menggunakan
metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat.
c. Menggunakan
wasiat dan nasihat untuk memberi pengarahan.
Pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai
teknik:
·
Menggunakan
kata penguat (taukid)
·
Menggunakan
kata tanya yang berarti kecaman
·
Memberikan
argumentasi logika
·
Menggunakan
nilai-nilai Islam yang universal
·
Menggunakan
kaidah-kaidah yurisprudensi
·
Menggunakan
metode dialog
·
Menggunakan
sumpah kepada Allah
·
Menggunakan
humor untuk menghilangkan kejemuan
·
Menggunakan
nasihat yang berwibawa
·
Memberikan
perumpamaan
·
Memberikan
peragaan tangan
·
Memberikan
peragaan gambar
·
Memberikan
peragaan praktis (praktek)
·
Mempergunakan
kesempatan bagi siapa saja yang hendak diberi petunjuk dan nasihat agar lebih
membekas.
·
Memilih
suatu permasalahan yang lebih penting
·
Menampakkan
sesuatu yang haram
Pendidikan dengan memberi perhatian adalah
mencurahkan perhatian dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dan selalu
bertanya tentang kesehatan jasmani dan pengetahuan ilmiahnya.
Memberikan perhatian merupakan unsur utama dari
pendidikan anak, sehingga jika anak lalai, segera diperingatkan. Jika anak
melencengkan, segera diluruskan. Jika anak melihat kemungkaran, segera dicegah
agar tidak mendekatinya. Jika anak berbuat kebaikan, segera mendapat motivasi
dan ucapan terima kasih. Metode Islam dalam memberikan hukum kepada anak
adalah sebagai berikut:
·
Lemah
lembut dan kasih sayang
·
Memperingatkan
atau menghukum dengan teknik yang sesuai dengan tabiat anak
·
Dalam
memperbaiki kesalahan anak, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang
paling ringan hingga yang paling keras.
Adapun metode Rasulullah Saw. dalam memperbaiki
penyimpangan anak adalah sebagai berikut:
·
Menunjukkan
kesalahan dengan pengarahan
·
Menunjukkan
kesalahan dengan keramahtamahan
·
Menunjukkan
kesalahan dengan memberi isyarat
·
Menunjukkan
kesalahan dengan kecaman
·
Menunjukkan
kesalahan dengan memutuskan hubungan (meninggalkannya)
·
Menunjukkan
kesalahan dengan memukul
·
Menunjukkan
kesalahan dengan memberi hukuman yang menjerakan.
Pada bagian lain, Dr. Abdullah Nashih
Ulwan menguraikan secara lebih ringkas tentang cara dan dasar-dasar pendidikan
akhlak. Cara-cara dan dasar-dasar pendidikan akhlak tersebut adalah:
·
Menghindari peniruan dan taklid buta
·
Tidak
terlalu larut dalam kesenangan dan kemewahan
·
Tidak
memutar musik dan lagu-lagu porno
·
Tidak
bersikap dan bergaya menyerupai wanita
·
Tidak
bepergian, pamer diri, bergaul bebas, dan menyaksikan hal-hal yang haram.
Klasifikasi metode pendidikan Islam
oleh Dr. Abdullah Nashih Ulwan merupakan klasifikasi yang lebih lengkap dan
lebih sistematis apabila dibandingkan dengan pemikiran Syekh Khalid maupun
Jamaal Abdur Rahman. Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk menguraikan
metode pendidikan Islam meliputi; mengikuti Al-Qur’an dan Sunah, teladan yang
baik, nasihat yang baik, dan
motivasi. Sedangkan Jamaal Abdur Rahman tidak melakukan klasifikasi metode
pendidikan secara sistematis.
Adapun menurut Hamdani Ihsan dan A. Fu’ad
Ihsan sebagaiman dikutip Drs. H. Samaun Bakry, M.Ag. mengklasifikasikan metode
pendidikan Islam berdasarkan prinsip-prinsip psikologis. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi: memberikan
suasana kegembiraan, memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut,
memberikan model perilaku yang baik, mendorong anak untuk praktek secara aktif,
dan memberikan bimbingan dan penyuluhan.[1] Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil
Islam” memiliki karakteristik tersendiri. Keunikan karakteristik itu
terletak pada uraiannya yang menggambarkan totalitas dan keutamaan Islam. Islam
sebagai agama yang tertinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya adalah
menjadi obsesi Ulwan dalam setiap analisa dan argumentasinya, sehingga tidak
ada satu bagian pun dalam kitab tersebut yang uraiannya tidak didasarkan atas
dasar-dasar dan kaidah-kaidah nash.
Sedangkan materi pendidikan dalam pandangan
Abdullah Nasih Ulwan dan Zakiyah Drajat dikaitkan dengan berbagai tenggung
jawab orang tua atu pendidik terhadap anak. Secara rinci materi yang sama antara kedua tokoh ini
meliputi: pendidikan keimanan, moral, Intelektual, dan sosial. Hal ini dapat
dilihat dari ungkapan Abdullah Nasih Ulwan dan Zakiah Derajat berikut:
Pendidikan dengan keimanan menurut Abdullah
Nasih Ulwan adalah mengikat anak-anak dengan dasar iman, rukun Islam dan dengan
dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah sejak anak mulai mengerti
dan memahami sesuatu. Dan cara penerapan pendidikan keimanan dalam pandangan
Ulwan meliputi: “ Pertama, membuka kehidupan anak dengan kalimat La
Ilaha Illa Allah, Kedua, engenalkan hukum-hukum halal dan haram
kepada anak agar anak setelah besar telah mengetahui perintah-perintah allah
dan mampu melaksanakan, bahkan menjahui larangan-Nya, Ketiga, menyuruh
anak untuk beibadah pada usia tujuh tahun agar setelah besar cenderung mentaati
Allah dan bersandar kepada-Nya, Keempat, mendidik anak untuk mencintai
Rasul, ahl bait dan membaca Al-Qur’an.[2]
Zakiah Drajat juga sangat
setuju jika seorang anak kecil dibiasakan ikut serta dalam ibadah sholat
bersama orang tuanya. Sebab dengan
terbiasa melihat orang tuanya sholat, maka anak akan ikut-iktan
menirukan gerakan shalat dan membiasakan sholat dalam kehidupannya.
Jadi demikian
pendidikan keimanan yang dimaksud Ulwan dan Zakiah adalah sebagai upaya pembentukan
kekuatan akidah seorang anak agar menjadi satu keyakinan dan pegangan dal
kehidupannya kelak. Keimanan bukan hanya cukup myakini dan mengucapkan,
namun harus mampu diaplikasikan dalam seluruh kehidupannya. Artinya, keimanan
adalah pondasi dari seluruh segi kehidupan manusia. Untuk itu, pendidikan
keimanan adalah hal yang krusial dikenalkan semenjak dini kepada anak agar
menjadi pedoman sekaligus barometer yang mampu mengarahkan dan membimbing anak
dalm hal sikap, ucapan dan perilaku nya dalam lapangan kehidupan yang luas.
Dan yang kedua yaitu
Pendidikan akhlak. Adapun upaya pendidikan akhlak dalam pandangan Ulwan adalah
meliputi: Pertama, mendidik seorang anak semenjak kecil didik untuk
berlaku benar, dapat dipercaya istiqamah, mementingkan orang lain, mengharagai
orang besar. Menghormati tamu, berbuat baik kepada tetangga, dan mencintai
orang lain, Kedua, membersihkan lidah anak dari kata-kata yang buruk dan cela serta dari
segala perkataan yang menimbulkan dekadensi moral dan buruknya pendidikan, Ketiga
membiasakan anak-anak dengan perasaan – perasaan manusiawi yang mulia,
seperti berbuat baik kepada anak yatim, kaum fakir dan mengasishi para janda
dan kaum miskin.[3]
Berkaitan dengan pendidikan akhlak Ulwan
menekankan pentingnya menjauh anak dari gejala suka dusta, mencuri, mencela dan
mencemooh, serta kenakalan dan penyimpangan yang dewasa ini telah menjamur
dalam kehidupan masyarakat . Keempat gejala tersebut merupakan gambaran
kehidupan masyarakat dewasa ini.
Adapun pendapat Zakiah Drajat tentang
pendidikan akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, pikiran, perasaan bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu
kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu
lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak berguna.
Dan zakiah menambahkan
bahwa Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Di
antara contoh akhlak yang diajarkan pendidik kepada anaknya adalah:
·
Akhlak anak terhadap ibu dan bapak.
·
Akhlak terhadap orang lain adalah adab, sopan asntun
dalam bergaul, tidak sombong, dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan
bersuara lembut.
Materi yang sama
lainnya dari kedua tokoh ini adalah pendidikan sosial. Abdullah Nasih Ulwan
mendefinisikan pendidikan sosial adalah mendidik anak agar terbiasa menjalankan
adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikis yang mulia dan bersumber pada
akidah islamiyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam, agar di dalam
masyarakat nanti bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan
akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.
Adapun
pendidikan sosial yang dimaksud Abdullah Nasih Ulwan meliputi:
Pertama, menanamkan dasar-dasar psikis
yang mulia pada anak, seperti takwa, persaudaraan, kasih saying, mengutamakan
orang lain, memberi maaf, dan berjiwa berani.
Kedua, menyampaikan pada anak tentang hak-hak orang
lain, baik hak terhadap kedua orang tua, saudara-saudara, guru, teman, dan
orang besar atau orang yang lebih tua.
Ketiga, menyampaikan pada anak tetang tata kesopan
sosial, seperti adab makan dan minum, memberi salam, meminta izin, berbicara,
menjenguk orang sakit, ta’ziyah, bersin dan menguap.
Keempat,
mengajarkan kepada anak tentang kewajiban
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Sedangkan
menurut Zakiah Drajat adalah kecenderungan menusia untuk bergaul dapat diamati
semenjak kecil. Anak-anak mulai bergaul dalam lingkungan keluarga,
kemudian teman pergaulan, terutama anak yang telah mencapi usia sekolah akan
senang bergaul dengan teman sebaya, bahkan kadang-kadang berteman dengan
teman-teman yang lebih dewasa maupun orang tua. Oleh karena itu, agar anak
dalam pergaulan dan kehidupannya mempunyai sifat-sifat yang mulia dan etika
pergaulan yang baik, maka anak diberikan pengetahuan tentang etika sosial,
sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bahkan membatasi
peragulannya. Misalnya: anak diajarkan menghormati dan patuh kepada orang tua
dan orang dewasa lainnya, merendahkan diri dan lemah lembut dalam bertutur kata
dan bersikap, dan lain-lain.
Sedangkan menurut tokoh lain Musthafa
Al-Ghulayaini
adalah ulama kelahiran Beirut Lebanon tahun 1886. Saat remaja, beliau menuntut
ilmu di Mesir dan berguru pada Syaikh Muhammad Abduh di Al Azhar University
serta mendalami ilmu-ilmu syariah, bahasa, dan sastra. Beliau dikenal sebagai
ulama sekaligus wartawan pada majalah Nibras, banyak tulisan-tulisan beliau
yang telah dibukukan diantaranya jami’ ad-durus al-lughah al-‘arabiyyah(magnum
opus), nazharat fi al lughah wa al adab, al islam ruh al
nasyi’in, al ilmu a din dan diwan al ghulayaini.
Idhatun Nasyi’in adalah satu diantara kumpulan tulisan-tulisan beliau yang
mengulas adab dan pendidikan bagi pemuda. Beliau wafat di Beirut pada tanggal
17 februari 1944 pada usia 58 tahun.
Menurut
Musthofa al-Ghulayaini, dalam kitab Idhatun Nasyi’in,
اَلتَّرْبِيَةُ هِيَ
غَرْسُ الْاَخْلَاقِ الْفَضِيْلَةِ فِى نُفُوْسِ النَّاشِئِيْنَ وَسَقْيُهَا
بِمَاءِ الْإِرْشَادِ وَالنَّصِيْحَةِ حَتىَّ تُصْبِحَ مَلَكَةً مِنْ مَلَكَاتِ
النَّفْسِ ثُمَّ تَكُوْنُ ثَمَرَاتُهَا الْفَضِيْلَةَ وَالْخَيْرَ وَحُبَّ
الْعِلْمِ لِنَفْعِ الْوَطَنِ.[5]
Artinya:
Pendidikan adalah menanamkan perilaku
yang utama di dalam kepribadian anak didik dan menyiraminya dengan butir-butir
petunjuk dan bimbingan, sehingga melekat menjadi suatu kepribadian yang
kemudian mampu membuahkan keutamaan dan kebaikan serta senang berbuat yang
bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Pendidikan
adalah menanam pekerti yang utama pada diri pemuda, menyiraminya dengan
kebenaran dan nasehat yang terpatri kuat dalam hati pemuda yang mana hasilnya
adalah keutamaan dan kebaikan, cinta dan mau berbuat sesuatu untuk tanah
airnya. Pendidikan adalah sesuatu yang besar dan agung, anak- kata Imam
Ghazali- adalah amanat bagi orang tuanya. Mereka berhati suci, murni layaknya
permata yang bersih tanpa tulisan, tanda maupun gambar. Jika mereka diajar dan dibiasakan beramal
kebaikan yang membuat tinggi pekertinya maka mereka akan hidup pada asas dasar
kebaikan yang membawa kebaikan dunia akhirat. Orangtua, termasuk guru dan
pembimbingnya pun akan mendapat bagian dari hasil didikannya itu. Sebaliknya,
jika mereka dibiasakan tiada berakhlak maka akan rusaklah mereka dan dosanya
ikut dipikul orangtuanya. Dalam jangka dan efek yang lebih luas akan tiadanya
akhlak pemuda akan membawa dampak buruk untuk umat, lingkungan, dan negaranya.
Melihat yang demikian itu, betapa penting pengenalan dan pendidikan akhlak (baca:karakter)
pemuda kader bangsa dan negara.[6]
[1] Sama’un Bakry, M.Ag.Menggagas Konsep Ilmu Penddikan Islam,(Bandung:
Pustaka Bani
Qurasy,
2005), hlm.84-87
[4] Zakiah Drajat, Pendidikan
Islam dalam keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), Cet II, hal
55-58
[6] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta
: Balai Pustaka, 1994), hlm. 26.
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.