Kontribusi Pemikiran Nashih Ulwan Terhadap Pendidikan Islam
Semenjak ditetapkan sebagai tenaga pengajar
untuk materi pendidikan Islam di sekolah-sekolah lanjutan atas di Halab, yaitu
tahun 1954, Ulwan juga aktif menjadi seorang da’i. Ulwan termasuk penulis yang
produktif, untuk masalah-masalah dakwah, syariah, dan bidang tarbiyah sebagai
spesialisnya. Ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu memperbanyak
fakta-fakta Islami, baik yang terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah, dan
atsar-atsar para salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul“Tarbiyatul
Aulad Fil-Islam.” Hal ini sesuai dengan pendapat Syaikh Wahbi Sulaiman
al-Ghawaji al-Albani yang berkata
: bahwa dia adalah seorang beriman yang pandai
dan hidup.[1]
a. Metode
Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan.[2]
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam
pelaksanaan pendidikan (moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya.
Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan
isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dengan hasil yang baik.Seorang muslim sepatutunya mencontoh teladan yang telah
diberikan Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik
anak-anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih sayang
terhadap anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut, diharapkan dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak merupakan aset
masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul SAW
tersebut, melalui para pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam
Islam. Salah satu pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang memberikan
gambaran yang benar sesuai dengan ajaran Islam adalah Ulwan. Ia memberikan
pandangannya dalam mendidik anak dalam keluarga melalui metode-metode yang
harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan moral.
Apabila metode-metode tersebut diterapkan,
niscaya apa yang menjadi harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para
generasi Islam yang tangguh dan sebagai penebar kebenaran, dapat
direalisasikan.Untuk mmemperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan
(moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya. Salah satu faktornya adalah
metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi atau materi pendidikan
tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang baik.
Diantara metode-metode pendidikan moral anak
dalam keluarga menurut Abdullah Nasih Ulwan adalah :[3]
·
Pendidikan dengan keteladanan.
·
Pendidikan dengan adat kebiasaan.
·
Pendidikan dengan nasihat.
·
Pendidikan dengan memberikan perhatian.
·
Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Menurut
pemikiran Ulwan, apabila metode-metode tersebut diterapkan dalam pendidikan anak
khususnya dalam keluarga, maka secara bertahap mereka para orang tua
mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi
kehidupan dan pasukan-pasukan yang kuat untuk kepentingan Islam (sebagai
penegak ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan).
Diantara
metode pendidikan moral anak dalam keluarga yang ditawarkan oleh Abdullah
Nashih Ulwan adalah : [4]
ü Pendidikan
dengan keteladanan
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi
orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih
murni dan belum terbentuk.Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir
kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain, sebaiknya orang tua
harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung.
Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan
pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk
karakter anak tersebut. Apalagi anak yang berumur sekitar 3-6 tahun, ia
senantiasa melakukan imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah dan ibunya).
Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus
ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali
orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut
apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua
pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra putrinya dalam
kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Orang tua
terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak dalam membentuk
pribadinya.
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang
menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri
anak. Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan
kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan
agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak
(sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa
mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk
pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak
mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan
anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku
anak. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi
tradisi bagi anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33) : 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولُ اللهِ أسْوَ ةٌ
حَسَنَةٌ لِـمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلاخِرَ وَذَكَرَ اللهَ
كَـثِيْرًا (الاحزاب: ۲۱)
Artinya
: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab : 21)
Dalam
hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam
beberapa bentuk, yaitu :[5]
·
Keteladanan dalam ibadah.
·
Keteladanan bermurah hati.
·
Keteladanan kerendahan hati.
·
Keteladanan kesantunan.
·
Keteladanan keberanian.
·
Keteladanan memegang akidah
Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya
bagi orang tua dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya
sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai
contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka
senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak
pergi dan pulang ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi
orang tua tampil dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya
semua itu akan ditirunya.
ü
Pendidikan dengan adat kebiasaan.
Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi,
salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk
pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor yaitu faktor pendidikan Islam yang
utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang
bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter
anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan
Abu Hurairah:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلّم مَامِنْ
مَوْلُوْدٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِأَوَيُنَصِّرَانِهِأَوْيُمَجِّسَـانِهِ (رواه
مســلم)
Artinya
: “Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada
anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR.
Muslim).
Setelah
anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis dari orang
tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut,
yakni orang tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam
lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan
pembentukan (pembinaan) dan persiapan.
Pada
umur kanak-kanak kecenderungannya adalah meniru apa yang dilakukan oleh
orang-orang disekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya.
Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya
selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra
putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak
terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang tua harus
mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih
utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa.
حدثنا ايوب ابن موسى عن ابى عن جده أنّ رسول الله
صلى الله عليه وسلّم قال: مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَا مِنْ نحل أَفْضَلَ مِنْ
أَدَبٍ حَسَنٍ (رواه الترمذى)
Artinya
: “Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari
kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada pemberian yang lebih utama
dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang baik”. (H.R
At-Tirmidzi).
Apabila
anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan
adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan
terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang–
orang disekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai
kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.
ü
Pendidikan dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa
di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri
selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila
pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup
bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.Anak tidak akan melaksanakan
nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak
melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang
akan mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.Nasihat yang berpengaruh, membuka
jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak)
selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya tidak
tetap, dan oleh karena itu kata-kata atau nasihat harus diulang–ulang.Nasihat
akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan
keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah
( 2) : 44 .
اَتَأْمُرُونَ الـنَّاسَ بِالْبِرِّ
وَتـَنْسَوْنَ اَنـْفُسَـكُمْ وَاَنـْتـُمْ تـَتْلُوْنَ الْكِـتَابَ قلى أفَلاَ
تـَعْقِلُوْنَ (البقرة :٤٤)
Artinya
: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang
kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab
(Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ? (Q.S al-Baqarah : 44).
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak
mengikuti apa– apa yang telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya,
tentunya disamping memberikan nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan
yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata–kata yang
didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan
sehari–hari dari pagi hari sampai sore hari.Nasihat juga harus diberikan sesering
mungkin kepada anak–anak masa sekolah dasar, sebab anak sudah bersosial dengan
teman sebayanya. Agar apa–apa yang telah diberikan dalam keluarganya tidak
mudah luntur atau tepengaruh dengan lingkungan barunya.
Menurut Ulwan, dalam Penyajian atau memberikan
nasihat itu ada pembagiannya, yaitu :
·
Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan
kelembutan atau penolakan. Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada
anak–anaknya, agar tidak mempersekutukan Allah SWT. Q.S. Lukman (31) :13.
وأذ قال لقمن لابـنه وهو يعظه يـبنـي لاتشرك
بالله قلى إن الشرك لظلم عظيم (لقمن:۱۳)
Artinya
: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar–benar kezaliman
yang besar.” (Q.S Luqman : 13).
·
Metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan
nasihat.
Metode ini mempunyai pengaruh terhadap jiwa dan
akal. Biasanya anak itu menyenangi tentang cerita-cerita. Untuk itu orang tua
sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang berkaitan dengan
keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.
Sebagaimana
firman-Nya dalam QS. al-A`raf (7) : 176.
·
…فالقصص
القصص لـعلهم يـتفكرون (الاعراف:۱٧٦)
Artinya: “…
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”.(Q.S
al-Araf : 176).
·
Pengarahan melalui wasia
Orang
tua yang bertanggung jawab tentunya akan berusaha menjaga amanat-Nya dengan
memberikan yang terbaik buat anak demi masa depannya dan demi keselamatannya.
ü
Pendidikan dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang
berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak
ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.Pendidikan dengan
perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan
sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya
hasil ilmiahnya.Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui
perkembangan-perkembangan anaknya. Ibu adalah pembentuk pribadi putra putrinya
lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap hari waktu Ibu banyak
bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih dekat dengan
para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam mempersiapkan
pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.Apabila orang tua mampu bersikap
penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian yang cukup, niscaya anak-anak
akan menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga. Namun
pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.
ü
Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang
lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara
hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada
perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan
tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar.Hukuman
sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan dan
nasehat saja sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia
tidak sama seluruhnya.Sebenarnya tidak ada pendidik yang tidak sayang kepada
siswanya. Demikian juga tidak ada orang tua yang merasa senang melihat
penderitaan anaknya. Dengan memberikan hukuman, orang tua sebenarnya merasa
kasihan terhadap anaknya yang tidak mau melaksanakan ajaran Islam. Karena salah
satu fungsi dari hukuman adalah mendidik.Sebelum anak mengerti peraturan, ia
dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar apabila tidak menerima hukuman dan
tindakan lainnya salah apabila mendapatkan suatu hukuman.
Dalam memberikan hukuman ini diharapkan orang
tua melihat ruang waktu dan tempatnya. Diantara metode memberikan hukuman
kepada anak adalah:
·
Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih
sayang.
·
Menjaga tabiat anak yang salah.
·
Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan
terhadap diri anak, dengan tahapan yang paling akhir dari metode-metode yang
lain.
Memberi hukuman pada anak, seharusnya para
orang tua sebisa mungkin menahan emosi untuk tidak memberi hukuman berbentuk
badaniah.
Kalau hukuman yang berbentuk psikologis sudah
mampu merubah sikap anak, tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang
menyakitkan anak tersebut. Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada dua,
yakni hukuman psikologis dan hukuman biologis. Bentuk hukuman yang bersifat
psikologis adalah:
·
Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
·
Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
·
Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
Hukuman bentuk psikologis ini diberikan kepada
anak dibawah umur 10 tahun. Apabila hukuman psikologis tidak mampu merubah
perilaku anak, maka hukuman biologislah yang dijatuhkan tatkala anak sampai
umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini dilakukan supaya anak
jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda Rasul SAW yang
diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.
حدثنا مأمل بن هشام قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مروا اولادكم بالصلاة وهم ابـناء سبع سـنـين
واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بـيـنهم فى الـمضاجع(رواه ابوداود)
Artinya
: “Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur
tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumut
sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidu mereka”. (HR. Abu Daud).
[1] Mukhlas Samani, Konsep dan Model..., hlm 20.
[2] Hamid Darmaji, Belajar Pendidikan Karakter dari Thomas Lickona,
Blogspot.com, 2012.
[3] Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan
Implementasinya di Sekolah (Ypgyakarta: Pdagogja, 2012), hlm 72.
[4] Ibid, hlm 75.
[5] Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan..., hlm 80.
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.