3 Aspek Dasar Bahasa dalam Kajian Filsafat Bahasa
Perhatian filsafat terhadap bahasa yang merupakan
paradigma teori-teori bahasa sebenarnya telah berlangsung lama bahkan sejak
zaman Yunani. Sebagaimana diketahui Herakleitos telah mengembangkan pemikiran
bahwa “kata” (logos) menurutnya bukan semata-mata gejala antropologis melainkan
mengandung kebenaran kosmis yang universal. Demikian pula bilamana sebelum
Herakleitos ‘kata’ seringkali dipandang sebagai memiliki makna magis, namun
Herakleitos mengembangkannya sebagai fungsi semantic dan simbolis. Dalam
pengertian inilah dalam zaman Yunani kuno filsafat bahasa telah mendapat
perhatian para filsuf. Demikian juga filsuf besar dunia Plato telah
mengembangkan pemikiran filsafat bahasa.
Ia telah membahas tentang hakikat bahasa,
di mana ia menyatakan bahwa bahasa adalah pernyataan pikiran seseorang dengan
perantaraan ‘onoma’ dan ‘rhemata’ yang merupakan cermin dari ide seseorang
melalui arus ujaran. Demikian juga pada saat itu telah berkembang pemikiran
spekulatif tentang hakikat bahasa sebagai ‘analogi’ dan ‘anomali’.
Ungkapan-ungkapan metafisik juga telah dikembangkan oleh para filsuf sebagai
upaya untuk menguak hakikat bahasa, antara lain Schleiermecher, Dilthey,
Heidegger maupun Gadamer.
Dalam kajian bahasa, setidaknya memilik 5 sifat
tentang kajian filsafat bahasa. Namun dalam kesempatan kali ini, kami
menitikberatkan pada 3 sifat penting dalam kajian kebahasaan, yakni bahasa
sebaga suatu yang alamiah, bahasa sebagai aktivitas manusia dan bahasa bersifat
dinamis. Untuk lebih lanjut penjelasnnya sesbagi berikut:
A. Bahasa sebagai
Sesuatu yang Alamiah
Manusia dalam hidupnya sebagai makhluk tidak dapat
memenuhi hasratnya secara sendiri-sendiri oleh karena itu manusia harus
senantiasa berkomunikasi dengan manusi lain. Dalam komunikasi manusia tidak
akan terjadi dengan baik manakala manusia tidak menggunakan suatu media
respresentative yaitu bahasa. Oleh karena itu nampaknya bahasa adalah merupakan
sarana khas makhluk manusia.
Walaupun secara ontologis bahasa memiliki hubungan
sebab akibat dengan manusia, namun ditinjau berdasarkan bagaimana bahasa itu
berbunyi dan nampak, maka terdapat pemikiran filosofis bahwa bahasa adalah
bersifat alamiah. Sesuatu yang terdapat dalam substansi bahasa itu sendiri pada
hakikatnya adalah bersifat alamiah,[1]karena
sistem bunyi yang terdapat didalamnya, hubungan antara sistem bunyi tersebut
dengan realitas di lar bahasa itu sendiri merupakan sesuatu yang tidak
direncanakan.
B. Bahasa sebagai
Aktivitas Manusia
Dalam kehidupan manusia bahasa bukan hanya berfungsi
sebagai alat komunikasi, melainkan juga menyertai proses berfikir manusia dalam
usaha memahami dunia luar. Informasi lewat bahasa, selain hanya menunjuk
pada struktur kebahasaan itu sendiri,
juga mampu menunjuk pada sesuatu yang lain yaitu berkaitan dengan aktifitas
mental. Hubungan antara bahasa dengan pikiran sehingga menghadirkan konsep
mental yang akhirnya membentuk suatu pandangan hidup seseorang atau suatu masyarakat
telah menjadi bahan kajian para filsuf bahkan sejak zaman aristoteles. Misalnya
aristoteles telah mengemukakan bahwa kata-kata sebagai sarana ujaran pada
hakikatnya dapat digunakan sebagai penanda sikap maupun suatu aktivitas
kejiwaan.
Pemikiran ini memang berbeda dengan
pemikiran-pemikiran terdahulu yang menekankan bahasa sebagai komunikasi,
sebagai unsur-unsur pemikiran. Pemikiran yang menganggap bahwa bahasa sebagai
suatu aktivitas, yaitu menyangkut fungsi bahasa digunakan manusia dalam
hidupnya sebagai suatu aktivitas mental manusia yang meliputi aktivitas jiwa,
dan aktivitas otak.[2]
Secara ontologi bahasa dianggap sebagi suatu aksi
yaitu sebagai suatu dinamika gerak mental manusia. Pengembangan bidang ini
dalam sudi bahasa disebut sebagai bidang psikomekanik. Prinsip teori ini ialah
bahwa gerak mental yang ikut terjadi pada waktu bahasa diungkapkan tentu
memerlukan waktu, walaupun sekecil mungkin. Pskikomekanik digunakan untuk
mengkaji gerak-gerak mental tersebut dan untuk menyatakannya dengan mental,
dalam rangka memperlihatkan proses mental yang terjadi dalam penggunaan bahasa.
C. Bahasa Bersifat
Dinamis
Terdapat aliran filsafat bahasa yang hanya mendasarkan
pada pemikiran ontologis bahwa bahasa hanya merupakan suatu aksidensia yaitu perubahan.
Menurut pandangan ini bahwa bahasa pada hakikatnya
adalah suatu perubahan yang terus menerus, bukan sesuatu yang bersifat sudah
jadi. Dalam pandangan ini, nampaknya selaras dengan pandangan filosofis
pemikiran – pemikiran filsafat zaman Yunani kuno, yaitu Thales, Anaximandros,
dan Aniximenes yang menyatakan segala sesuatu di alam semesta ini adalah
senantiasa berubah.
Aliran dalam filsafat bahasa yang kemudian berkembang
menjadi teori dan ilmu bahasa memandang bahasa sebagai suatu perubahan yang
terus – menerus, misalnya pemikiran yang dikembangkan oleh Jaspersen, Meyer,
Lubke, Sweet, Schuchardt, dan para tokoh linguistik lainnya. Perubahan itu
dapat menyangkut aksidensia ruang maupun waktu, yang bisa terjadi pada individu
dan masyarakat sebagai penutur bahasa.
Bahasa adalah merupakan salah satu unsur kebudayaan
manusia. Oleh karena itu perkembangan bahasa senantiasa selaras dengan
perkembangan kebudayaan manusia. Bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang
saling berkesinambungan. Bahasa yang digunakan dalam kelompok masyarakat yang
lainnya dalam suatu proses akulturasi kebudayaan
Pandangan tentang hakikat bahasa sebagai suatu
perubahan yang berdasarkan ruang membawa perubahan juga pada berbagai macam
teori bahasa. Banyak ahli bahasa menyelidiki perubahan bahasa menurut ruang
yaitu wilayah di mana bahasa tersebut hidup dan berkembang, yang memiliki induk
bahasa yang sama.[3]
[1] Prof. Dr. Kaelan, M.S. Pembahasan
Filsafat Bahasa (Yogyakarta: Paradigma,2013). Hal.284.
[2] Ibid. Hal. 290
[3] Ibid, hal.293
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.