Peningkatan dan Pendayagunaan Partisipasi Masyarakat
Sekolah bukanlah suatu kesatuan yang
berdiri sendiri atau terpisah dengan masyarakat, akan tetapi sekolah dan
masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di satu sisi,
sekolah membutuhkan masukan dari masyarakat tentang sumber-sumber yang ada
untuk dimanfaatkan dalam proses pendidikan dan untuk menyusun program yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat, sekolah sekaligus juga membutuhkan
dukungan dalam melaksanakan program tersebut.[1]
Selain itu, masyarakat juga membutuhkan
jasa sekolah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh
sekolah dan program-program pendidikan yang sesuai dengan keinginan.
Langkah penting yang dapat diambil oleh pengelola
sekolah adalah mengembangkan hubungan antara sekolah dan masyarakat dengan cara
mepelajari dan memahami dengan baik masyarakat yang ada disekitar sekolah
tersebut. Jalinan semacam ini akan terwujud apabila kepala sekolah ataupun
melalui wakilnya (wakil kepala sekolah bagian humas) dapat aktif dan mampu
membangun antara kedua belah pihak yang saling menguntungkan dan memberi
kepuasan.[2]
Memahami masyarakat
Masyarakat sekolah menurut Gorton dapat
dipandang sebagai kesatuan yang meiputi total area geografis yang terdiri dari
daerah yang lebih dekat dengan sekolah maupun populasi dalam batas individu.
Untuk memahami masyarakat sekitar, pengelola sekolah harus mempelajari
macam-macam type-type individu dan organisasi di masyarakat . dalam memahami
masyarakat ini, Elsbree (Tim Dosen IKIP, 229) memberikan prinsip, antara lain:
Ø Ketahuilah masyarakat anda
Ø Adakan survey program pendidikan anda dan
bersahabatlah dengan masyarakat.
Ø Pelajarilah masyarakat melalui daerahnya dan
dokumen-dokumen
Ø Jadilah anggota organisasi dalam masyarakat
Ø Adakanlah kunjungan ke orang-orang penting di
masyarakat
Ø Layani masyarakat di daerah anda dengan baik.[3]
Pengelola sekolah hendaknya
memahami bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat tidak bisa lepas dari adanya
masalah, ada dua faktor penyebab, yaitu:
1)
Profesionalisme
guru kadang menentang masyarakat
2)
Masyarakat
menentang profesionalisme guru
Faktor pertama, terkait
dengan usaha pendidik dalam proses pendidikan, yakni mengubah program atau
sistem yang dalam hal tertentu bertentangan dengan norma masyarakat. Seperti
usaha inovasi, integrasi, dan perencanaan pembelajaran modern, yang terkadang
malah dianggap menentang norma dalam tatanan masyarakat tertentu, sebab sekolah
tidak memberi harapan sebagaimana yang diinginkan. Sehingga ada sudut pandang
yang berseberangan.
Faktor kedua, adanya
intervensi masyarakat yang terlalu dalam untuk mengetahui dan mengevaluasi apa
yang berlangsung di sekolah atau keterlibatan orang tua yang berlebihan,
seperti ikut campur dalam administrasi yang dilaksanakan oleh sekolah,
menyensor buku pelajaran secara individu, mencoba memodivikasi kurikulum secara
kelompok dan sebagainya. Walaupun dalam manajemen sekolah modern keterlibatan
masyarakat dalam pendidikan sangat penting, namun kalau intervensinya terlalu dalam,
maka akan menjadikan guru sempit dalam melangkah.
Keterlibatan Orang Tua
Hubungan sekolah dengan
masyarakat akan tumbuh dengan baik apabila masyarakat dapat merasakan manfaat
keikutsertaannya dalam program sekolah. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan
untuk menjamin hubungan ini yaitu melibatkan orang tua dalam perencanaan dan
pelaksanaan program sekolah, dengan cara:
Ø Mengadakan open house yang memberi kesempatan
kepada masyarakat luas untuk mengetahui program sekolah.
Ø Mengundang tokoh masyarakat untuk menjadi
pembicara atau pembina, misalnya dokter yang tinggal di sekolah untuk membina
kesehatan, ulama’ untuk membina bidang keagamaan, dan lain-lain.
Ø Membangun kerjasama sekolah dengan masyarakat,
misalnya PBHN (Peringatan Hari Besar Nasional), PHBI (Peringatan Hari Besar
Islam), dan lain-lain.[4]
Organisasi Orang Tua
Murid.
Organisasi ini merupakan
organisasi konsultif dengan pimpinan sekolah yang bertujuan agar pendidikan sdi
di sekolah itu berjalan lancar dan berkembang dengan baik. Di Indonesia,
organisasi orang tua murid ini mengalami empat kali perubahan nama, yaitu:
1)
POMG
(Perkumpulan Orang tua Murid Guru).
Organisasi ini berdasarkan
UU pendidikan No.12 tahun 1945 pasal 28. Tujuan dari organisai ini adalah untuk
memelihara hubungan yang erat antara orang tua murid di sekolah, agar sekolah
dapat hidup subur dan lebih sanggup memnuhi tugasnya sebagai tempat yang
membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
2)
POM
(Perkumpulan Orang tua Murid)
Perubahan organisasi ini
disebabkan adanya isu di masyarakat bahwa guru-guru telah menyalahgunakan
keuangan POMG.
3)
BP3 (Badan
Pembantu Penyelenggara Pendidikan)
Sejak tanggal 20 Nopember
1974, nama POM diganti menjadi BP3 berdasar surat keputusan
Nomor:17/1974.No.1974 yang ditandatangani oleh menteri dalam negeri dan menteri
P dan K. Tujuan dari BP3 ini adalah meningkatkan hubungan yang erat dan kerja
sama serta tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah
untuk menyempurnakan kegiatan pendidikan.
4)
Komite
Sekolah
Pada tahu 2000, BP3 berubah
menjadi Komite Sekolah. Secara operasional, tugas dan wewenang komite sekolah
adalah:
a)
Mendorong dan
meninkatkan hubungan baik antara masyarakat sekolah maupun pemerintah.
b)
Membantu
kelancaran kegiatan pendidikan dan tidak mencampuri urusan teknik pengajaran
sekolah yang menjadi wewenang kepala sekolah, guru dan pengawas.
c)
Mengusahakan
bantuan dari masyarakat, baik berupa benda, uang maupun jasa dengan tidak
menambah beban wajib bayar.
d)
Memberikan
perimbangan kepala sekolah dan kepada perwakilan Depdibud tentang permohonan
keringanan atas permohonan wajib bayar.[5]
[1] Mansur, Manajemen Pendidikan
dalam Konflik, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), hal.94
[2] Ibid, hal.95
[3] Ibid, hal.96-97
[4] Ibid, hal.99-100
[5] Ibid, hal.100-103
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.